Senin, 02 Mei 2016

You Are My Wife

You Are My Wife

Cast      : Kim Jungyeon, Park Jimin.
Genre   : NC, Married Life
Length   : One shoot
Author   : Ms. Childish

Jungyeon POV

“Pakaian ini menyusahkanku.” Umpatku sambil berjalan menuju rumah baruku bersama seorang pria yang sudah sah menjadi suamiku sejak beberapa jam yang lalu. Usiaku memang masih muda. Bahkan terlalu muda untuk menikah. Yah, kalian pasti ingin tau kenapa menikah dengannya.

Beberapa tahun yang lalu saat usiaku masih balita, aku dijodohkan dengan putra dari sahabat ayahku. Aku mengetahui hal itu karena ayah yang menceritakannya padaku saat pertama kali ayah tau aku memiliki kekasih. Usia kami tidak berbeda jauh. Hanya berbeda 5 tahun. Dia sendiri saat ini sudah bekerja. Meneruskan perusahaan ayahnya sebagai presiden direktur. Dia sangat tampan, tinggi yaah walau tidak setinggi pria lainnya, dan… sexy. Kata yang cocok untuknya.

“Aku mau mandi dulu. Kau pasti lelah. Sebaiknya kau tidur duluan.” Ucapku sambil berjalan menuju kamar mandi. Namun beberapa detik kemudian dia menarik tanganku dan memelukku dengan sangat erat.
“Apa kau ingin melewati malam pertama kita? Mungkin kita bisa melakukanya setiap malam. Tapi malam pertama hanya terjadi sekali dalam sebuah pernikahan. Apa kau yakin akan melewati malam pertama ini denganku?” ujarnya. Ia masih memelukku dengan erat. Sungguh ini membuatku sangat risih. Aku tidak nyaman dengan perkataannya. Tapi ibu bilang aku tidak boleh menolak permintaan suamiku. Apapun yang ia minta aku harus menurutinya. Kenapa? “Yeon? Jawab aku.” Ujarnya memanggilku sambil mengusap punggungku pelan. Aku semakin risih.
“Ba-baiklah.” Jawabku terbata-bata. Sungguh aku sangat gugup. Badanku gemetar dan jantungku berdetak semakin cepat. Ini pertama kalinya bagiku.

Sebuah ciuman kini mendarat di bibirku. Bibir tebalnya menyapu bibirku. Aku dapat merasakan hisapan lembutnya terhadap bibir atasku. Ini benar-benar membuat jantungku terasa ingin lepas. Entah sejak kapan aku sudah berada dibawahnya dengan tanpa busana. Aku tidak menyadari semua yang terjadi. aku seakan terbuai dengan setiap perlakuannya. Beberapa saat kemudian aku merasakan bibirnya sudah tidak lagi menempel pada bibirku. Namun jaeak kami masih begitu dekat.
“Kau siap?” tanyanya meyakinkanku. Entah apa itu maksudnya aku tidak mengerti. Benar. Sejauh ini yang aku tau hanya sebatas ciuman. Aku tidak mengerti tentang hal ini.
“Akh!” aku menjerit saat merasakan ada sesuatu yang masuk bagian kewanitaanku. Ini benar-benar sakit. Aku merasakan ada sesuatu yang sobek di dalam sana. Entah apa itu, tapi ini benar-benar sakit. Air mataku mengalir, aku meringis kesakitan sambil memejamkan mataku kuat-kuat.
“Tahanlah Yeon. Ini hanya sesaat. Percayalah padaku kau akan menikmatinya setelah ini.” suara Jimin tidak terlalu jelas di telingaku. Aku hanya bisa menahan rasa sakit itu. Aku bahkan mencengkeram punggung suamiku untuk melampiaskan rasa sakitku. Ini sangat sakit. Suamiku mencoba meredam rasa sakitku dengan menciumku. Perlahan aku mersakan ia mulai menggerakkan pinggulnya pelan-pelan. Sakit. Sangat sakit. Namun seiring berjalannya waktu rasa sakit itu mulai berkurang dan berubah menjadi suatu kenikmatan yang mebuatku selalu menginginkannya. Hingga akhirnya kami mencapai puncak dari perminan ini. “Aku mencintaimu Yeon.” Dia mencium bibirku singkat dan menaikkan selimut untuk menutupi tubuh telanjang kami yang basah dengan keringat.
“Aku juga Jimin oppa.” Jawabku seraya memeluknya. Ini akan menjadi malam yang takkan terlupakan sepanjang hidupku.

Sinar matahari menembus kaca kamar pengantiku hingga membuatku silau. Aku menoleh kesamping kananku. Kosong. Aku mencari Jimin di sekeliling sudut tanpa menggerakkan tubuhku. “Akh!” aku memekik pelan saat aku merasakan sakit yang luar biasa di bagian bawah tubuhku. Aku bahkan lupa kalau saat ini tubuhku hanya ditutupi selimut tebal.
Ceklek
Aku dapat mendengarnya. Suara pintu terbuka dan menampakkan sosok pria tampan yang berotot dan… tampan.
“Kau sudah bangun? Aku membuatkan sarapan untukmu. Mandilah.” Aku tersenyum saat melihatnya mendekatiku. Sungguh ini seperti mimpi. Namun aku menggeleng saat ia menyuruhku mandi. Bagaimana bisa aku mandi? Berjalan pun rasanya aku tidak mampu. “Kenapa? Kau harus mandi.” Lagi-lagi aku menggeleng. Bagaimana aku mengatakannya? Aku malu. Tidak. Aku tidak boleh malu. Dia suamiku.
“Umm… itu… bekas semalam…” ujarku terputus-putus. Bagaimana aku mengatakannya?
“Oh… masih sakit kah? Baiklah. Aku akan membantumu ke kamar mandi.” Jimin menggendongku! Oh tidak! Pipiku terasa panas saat ia mulai mengangkatku dan membawaku ke toilet. “Panggil aku kalau kau sudah selesai.” Aku hanya mengangguk menurutinya.

Sudah seminggu kami menikah. Rasanya baru kemarin aku menikah. Dan sekarang sudah hari ke 7. Hari ini dia sudah kembali bekerja. Dan sepertinya waktuku dengannya akan semakin berkurang dan aku akan selalu merindukannya. “Aku berangkat dulu. Jaga dirimu baik-baik ya.” Pamitnya sambil mencium dahiku.
“Cepatlah pulang oppa. Jangan nakal.” Aku mencubit hidungnya. Sungguh menggemaskan. Aku tidak pernah berpikir akan mendapatkan jodoh sebaik dia.
“Aku tidak nakal. Ya sudah. Aku berangkat. Sampai jumpa.” Jimin pun pergi bekerja.

Hari ini adalah hari ke 30 kami menikah. Terasa begitu cepat. Siang ini aku berencana membawakannya makan siang khusus buatanku. Aku berharap dia akan menyukainya. Saat ini aku sudah berada di depan perusahaan suamiku. Aku mencoba menghubunginya sebelum aku sampai. Dia tidak mengangkat panggilanku. Berkali-kali aku menghubunginya namun tetap saja tidak dijawab. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk datang ke kantornya tanpa berpikir panjang. Sesampainya di depan ruangan Jimin aku melihat tempat sekretaris suamiku kosong. Mungkin dia sedang ada urusan di dalam. Aku mengetuk pintu kantor suamiku. Tidak ada jawaban dan tidak ada juga yang membuka pintu. Aku memutar kenop pintu itu. “Tidak dikunci. Kenapa aku mengetuknya? Aku bodoh.” Rutukku pada diriku sendiri. Aku segera masuk dan betapa kagetnya aku saat aku melihat pakaian wanita berserakan dilantai. Aku juga mendengar sesuatu. Seperti desahan seorang wanita. Dan… dia menyebut nama suamiku? Ada apa ini? Aku melangkah keluar dan membanting pintu. Ku harap Jimin akan mendengar suara pintu itu dan segera keluar. Aku meletakkan rantang yang kubawa di meja sekretaris dan segera pergi.

Aku pergi dari kantor itu. Entah mau kemana aku sekarang. Aku tidak ingin pulang. Aku tidak ingin pulang kemana pun. Tapi aku tidak bisa terus berada diluar rumah. Baiklah. Aku putuskan untuk pulang.

Sesampainya dirumah, aku segera menuju kamarku dan duduk dilantai bersandar pada tempat tidur serta memeluk lututku.
Drrrttt… Ddrrttt….
Ponselku bergetar. Aku mengambilnya dan melihat nama pemanggil. ‘suamiku’ cih. Apakah dia suamiku? Dia bahkan bercinta dengan sekretarisnya sendiri. Aku mengubah nama kontak suamiku menjadi ‘Jimin’ nama yang apa adanya. Aku meletakkan kembali ponselku dan membiarkannya bergetar. Aku menangis, tentu saja. Siapa yang tidak sakit hati jika melihat suaminya bercinta di hadapan istri sahnya? Atau selama ini aku hanya dianggap sebagai pemuas sexnya?

Jimin POV

Saat ini aku sedang menikmati tubuh sexy sekretarisku. Tapi sungguh. Tubuh istriku jauh lebih merangsangku daripada wanita ini.
Jedorr!!!
Suara pintu itu mengagetkanku. Siapa yang menggangguku saat aku sedang bercinta seperti ini? ah? Apakah pintu itu tidak terkunci sejak tadi? Bagaimana jika pegawaiku melihatku? Aku segera melepaskan kontak kami dan aku kembali berpakaian dan melemparkan pakaian sekretarisku. Aku berlari keluar dan menemukan sebuah rantang makanan. Aku segera membukanya. “Yeon? Apakah tadi itu dia? Tidak. Bagaimana bisa dia datang tanpa mengabariku?” gumamku. Aku segera mengambil ponselku dan melihat 10 panggilan tidak terjawab. Dan semuanya dari istriku. Aku mencoba menghubungi istriku. Tidak dijawab. Aku berjalan keluar dan mencari istriku. Mungkin saja ia masih diluar. Tapi tidak. Dia sudah tidak disana. Aku segera menuju perkiran dan mencarinya di rumah.
“Yeon!” teriakku sambil membuka setiap pintu ruangan di rumahku.
“Yeon!” aku membuka pintu kamarku dan disanalah dia berada. Memeluk lututnya dan memendam kepalanya diatara lututnya. Aku dapat mendengar tangisannya. “Yeon…” panggilku lembut.
“JANGAN SENTUH AKU! KAU BUKAN SUAMIKU! MULAI SEKARANG KAU BUKAN LAGI SUAMIKU!” bentaknya sambil menghempaskan tanganku yang barusan menyentuhnya.
“Yeon. Maafkan aku.”
“TIDAK! AKU TIDAK BISA MEMAAFKANMU! SELAMA INI AKU MEMANG BODOH! AKU HANYA KAU ANGGAP SEBAGAI PEMUAS SEXMU! AKU TIDAK PERNAH ADA DIHATIMU! MULAI SAAT INI KITA BUKAN LAGI SUAMI ISTRI! KITA AKAN SEGERA BERCERAI!”
“Yeon. Maafkan aku. Aku berjanji padamu tidak akan mengulangi kesalahan yang sama lagi. Aku hanya mencintaimu. Dan kau bukan hanya pemuas nafsuku. Kau istriku. Penghuni hatiku. Percayalah padaku.”
“JANGAN SENTUH AKU! SEKALI KAU MENYENTUHKU AKU TIDAK AKAN MEMBIARKAN DIRIKU HIDUP!!!” lagi-lagi dia berteriak. Aku mencoba untuk tidak terbawa dengan emosiku.
“Baiklah. Tidak ada maaf untukku. Aku menerima semuanya. Lakukanlah apapun yang kau inginkan. Ini memang salahku. Silahkan. Jika kau ingin selingkuh juga. Aku tidak akan melarangmu untuk melakukannya.” aku menunduk. Aku dapat mendengar tangisan Jungyeon yang semakin menjadi. Aku memang pria tidak berperasaan. Harusnya aku tidak melakukannya. Harusnya aku hanya melakukan hal itu dengan istriku. Aku salah. Maafkan aku Yeon.

SKIP

Sudah hampir seminggu Jungyeon tidak menyapaku. Tidak membuatkan sarapan. Tidak mencuci bajuku. Bahkan tidur pun terpisah. Aku sering melihatnya pulang tengah malam. Apa yang ia lakukan? Aku tidak bisa focus pada pekerjaanku. Sejak tadi aku hanya memikirkan Jungyeon. Memikirkan apa yang ia lakukan di luar sana. Pergi pagi dan pulang tengah malam. Haruskah aku mencari tau? Yah, mungkin itu perlu. Aku segera pergi dari kantorku. Pulang. Itu yang aku pikirkan sebelum aku memutuskan untuk pergi mencari Jungyeon.
“Sekretaris Han, hari ini aku ijin. Jika ada yang menanyaiku katakan saja aku sedang ada urusan pribadi.” Pamitku pada sekretaris baruku.
“Ne sajangnim.”

Aku baru saja sampai di depan rumah. Aku segera masuk dan aku melihat sepasang sepatu pria di depan pintu masuk. Aku mempercepat langkahku dan aku menemukan Jungyeon sedang berciuman dengan pria itu. Lancang sekali pria itu menyentuh istriku. Aku mengepalkan kedua tanganku dan segera menjauhkan pria itu dari Jungyeon. Aku memukulnya beberapa kali. “Beraninya kau mencium istriku!” aku memukulnya lagi. Emosiku benar-benar tidak bisa ku kendalikan lagi.
“Jimin?” aku dapat mendengar suara Jungyeon saat aku berhenti memukuli pria itu.
Aku melihat Jungyeon menghampiri pria itu dan membantunya berdiri.
“Bangunlah. Maafkan aku.” Ujarnya pada pria itu. “Aku akan mengobati lukamu di kamar.”
“JUNGYEON!!!” bentakku saat Jungyeon menuntun pria itu menuju ke kamarnya. Istriku mengabaikanku. Seperti inikah perasaannya saat ia melihatku berhubungan intim dengan sekretaris lamaku? Aku benar-benar bodoh.

Tak lama setelah kejadian tadi, Jungyeon dan laki-laki itu keluar dari kamar. Jungyeon mengantarnya hingga depan pintu. Aku menghampiri Jungyeon saat pria itu pergi dari rumahku. Aku menarik Jungyeon ke dalam pekukanku. “Maafkan aku.”
“LEPASKAN AKU!” bentaknya sambil menjauhkan dirinya dari pelukanku.
Aku memeluknya kembali dengan sangat erat. Aku dapat merasakan ia memberontak. Namun setiap kali ia berusaha melepaskan diri aku semakin mempererat pelukanku. “Jungyeon maafkan aku. Aku tau. Aku sudah merasakan semua rasa sakit yang kau rasakan saat itu. Sudah cukup jang dilanjutkan lagi. Sampai kapan kau akan marah padaku? sampai kapan kau akan menyakitiku? Aku sudah tidak berhubungan dengan sekretarisku. Aku bahkan memecat sekretarisku setelah kejadian itu. Maafkan aku. Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu. Seperti saat kita masih belum menikah. Maafkan aku.”
“Oh begitu. Jadi jika aku tidak datang ke kantormu saat itu dan mengetahui semuanya kau masih akan terus berselingkuh dengan wanita lain? Kau brengsek Jimin. Jangan dekati aku lagi. Aku tidak ingin melihatmu lagi.” Kenapa ini begitu menyakitkan? Aku sudah meminta maaf padanya. Apakah aku harus melakukan hal yang lebih dari ini? mungkin jika aku melakukannya lagi dia akan bersikap baik padaku dan memaafkanku.
“Benarkah begitu? Apakah setelah ini kau masih tidak akan memaafkanku?” Ucapku sambil menggendongnya ke kamarku. Aku dapat melihatnya terkejut. Ia meronta tapi aku terus membawanya hingga sampai di kamarku. “Aku tidak akan pernah melepaskanmu Yeon.” Aku membaringkannya di kasurku dan menciumnya dengan kasar. Tidak butuh waktu lama. Ia pun membalas ciumanku. ‘Aku tau kau juga menginginkannya Yeon. Aku merindukanmu. Aku merindukan masakanmu dan semuanya.’

SKIP

“Huweek…” samar-samar aku mendengar suara seseorang sedang mual. Aku beranjak dari tidurku dan memakai pakaianku yang tersebar di kamarku. “Huweeek…” aku mendengarnya lagi. Ada apa dengan Jungyeon? Mungkinkah….
“Chagi…” aku memeluk Jungyeon dari belakang. “Aku sangat senang.”
“Apa maksudmu?” tanyanya. Ia sepertinya tidak megerti.
“Sepertinya kau hamil.” Jawabku sambil terus memeluknya.
“Ha-hamil? Be-benarkah itu?” Jungyeon terlihat seperti ketakutan.
“Itu hanya dugaanku. Sebaiknya kita pergi ke rumah sakit saja dan memeriksakannya dengan benar.”

“Bagaimana keadaannya dokter?” tanyaku saat dokter itu selesai memeriksa istriku.
“Usia kandungannya sudah berjalan 3 minggu. Mual-mual saat awal kehamilan itu wajar. Dan jika istri anda akan meminta sesuatu tolong berikan saja.”
“Be-benarkah aku hamil?” Jungyeon menangis. Kenapa? Apakah dia bahagia? Atau dia belum siap menjadi seorang ibu?
“Iya nyonya Park. Anda harus memeriksakan perkambangan kandungan anda setiap bulan bersama Tuan Park.” Jelas dokter itu.
“Baiklah kalau begitu terima kasih dokter.” Aku berpamitan dan membawa Jungyeon pergi.
Sampai di mobil aku masih melihatnya menangis. aku memberanikan diri untuk bertanya padanya. “Kau kenapa?”
“Oppa. Aku tidak mau hamil.” Jawabnya.
“Wae? Kau belum siap menjadi ibu?” tanyaku lagi.
“Huum. Aku tidak mau menjadi gendut lalu kau mencari wanita lain. Hiks…” yaampun. Istriku benar-benar polos.

“Bagaimana bisa seperti itu? Aku tidak akan meninggalkanmu. Aku janji. Lagi pula itu juga hasil perbuatanku sendiri. Aku berjanji padamu. Aku akan menghabiskan waktu bersamamu dan calon bayi kita. Aku mencintaimu Jungyeon.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar