Senin, 04 April 2016

Because I Born To Be Yours Part 1


Title             : Because I Born To Be Yours Part 1

Main Cast    : MyungYeon Couple
Other Cast   :
-          Park Hyojoon as Jiyeon appa
-          Han Jimin as Jiyeon eomma
-          Kim Sunggyu (Infinite) as Myungsoo appa
-          Song Jihyo as Myungsoo eomma
-          Nam Woohyun (Infinite) as Gyuri appa (Jiyeon appa)
-          Jung Eunji (Apink) as Gyuri eomma (Jiyeon eomma)
-          Nam Gyuri as Jiyeon’s friend and Jiyeon-i dongsaeng
-          Lee Joon (MBlaq) as Myungsoo’s asistent
-          JB / Im Jae Bum (GOT7) as Jiyeon’s friend
-          Hoya / Lee Hoya (Infinite) as Jiyeon’s friend
Genre          : Married Life, School Life, and other
Rate            : 17+
Length         : Part
Author         : Nam Ohyun

Jiyeon POV
             Annyeong haseyo. Jeoneun Park Jiyeon imnida. Usiaku saat ini 17 tahun. Disinilah aku tinggal. Di sebuah rumah kecil yang hanya berisi beberapa perabotan rumah tangga. Aku tinggal bersama eomma dan appa. Oh iya aku bersekolah di Kirin Art High School. Aku mendapatkan beasiswa untuk bersekolah disana. Aku juga bekerja paruh waktu untuk menghasilkan pendapatan tambahan untuk keluargaku.
             Setelah sarapan aku berpamitan kepada eommaku untuk pergi ke sekolah. “Eomma. Aku berangkat.” Pamitku. Aku hampir saja lupa. “Eomma. Ini bayaranku selama bekerja di bakery samping sekolah.” Ujarku seraya menyerahkan amplop berisi uang kepada eomma.
             “Jiyeon-a. Ini untukmu. Tabunglah uang ini untuk keperluan pribadimu.” Eomma memberiku beberapa lembar uang.
             “Appa tidak pulang semalam?” tanyaku ketika menyadari sandal appa tidak ada di depan pintu.
             “Molla. Mungkin appamu berjudi lagi.” Jawab eomma ketus. Perlahan aku melangkahkan kakiku pergi. “eomma aku berangkat. Annyeong.” Pamitku sekali lagi.
             Di depan rumah aku melihat seseorang berjaket tebal berwarna hitam sedang berjalan sempoyongan. “Appa!” teriakku kemudian. Eomma yang mendengar teriakan ku segera keluar dari dalam rumah.
             “Jiyeon-a. pergilah ke sekolah. Biar appamu eomma yang urus. Pergilah.” Perintah eomma. Aku segera pergi dari hadapan keduanya.

Kirin Art High School
Kali ini pikiranku kacau. Hutang appa yang kemarin masih belum lunas dan sekarang mungkin appa sudah berhutang lagi.
             “Jiyeon-a. Jiyeon!” bentak salah seorang temanku. “Kau kenapa?” tanyanya seraya memberiku sekaleng minuman padaku. Nam Gyuri. Dia satu-satunya teman yang dekat denganku. Dia adalah putri dari pemilik sekolah ini. Walaupun aku dari kelurga tidak mampu dia tetap bersikap baik padaku dan mau membantuku. Walaupun appaku seorang pemabuk dan suka berjudi dia tidak sedikitpun menjauhiku.
             “Gomawo. Aku…”
             “Appamu berhutang lagi?” tanyanya kemudian.
             “Eo. Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan. Aku bekerja paruh waktu untuk belanja eomma. Aku tidak bisa melunasi hutang appa yang segitu banyaknya. Gyuri-a, apakah kau bisa membantuku?” ujarku memohon.
             “Akan  ku usahakan . Tapi aku tidak janji. Kau tau kan appaku seperti apa.”
             “eo.” Jawabku singkat.
             “Jangan sedih, senyum…” hibur Gyuri seraya menarik bibirnya hingga membentuk sebuah senyuman. Beberapa detik kemudian aku ikut tersenyum.

Author POV
Woollim Group
             “Ada apa kau datang kesini Gyuri?” Tanya seorang pria tinggi dan tampan sambil melangkah mendekati sepupunya. Nam Gyuri. Pria itu adalah putra pemilik Woollim group sekaligus pemilik KMS Restaurant. Namanya Kim Myungsoo.
             “Oppa, apakah kau masih belum menemukan wanita yang cocok untukmu?” Myungsoo menaikkan alisnya mendengar pertanyaan Gyuri. Dua hari yang lalu, Myungsoo dipaksa bertunangan dengan seorang wanita pilihan eommanya. Dengan alasan orang tuanya ingin segera memiliki cucu. Dan menurut orangtua Myungsoo, pria itu sudah cukup umur untuk memiliki sebuah keluarga.
             “Wae? Kenapa tiba-tiba kau menanyakan  hal itu?”
             “Ani. Aku ingin kau membantu temanku dengan memanfaatkan itu. Jebalyo oppa.”
             “hahaha. Kau mau menjodohkanku dengan gadis kecil seusiamu?” Myungsoo tertawa lebar. Sedangkan Gyuri memajukan bibirnya dan melipat tangannya di depan dada melihat tingkah laku Myungsoo. “ehem, memangnya siapa namanya?”
             “Jiyeon. Park Jiyeon.”
             “Apa alasanmu ingin aku membantunya?” Tanya Myungsoo.
             “Haruskah aku menceritakan  secara detail?”
             “Intinya saja.” Jawab Myungsoo segera.
             “Jiyeon. Appanya terlilit hutang seratus juta won. Dan Jiyeon bekerja mati-matian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.”
             “Kau punya fotonya? Dan alamat rumahnya?”
             “Eo. Ini. Yang ini. Dan ini alamat rumahnya.” Gyuri menyerahkan selembar kertas yang berisi gambar Jiyeon dengan Gyuri disana. Myungsoo membalik gambar tersebut dan mendapati alamat rumah Jiyeon.
∞∞∞
Park Family’s House
             Pranggg!!! Brakk!!!
             “Ya! Kapan kau bayar hutangmu! Ini sudah dua bulan!” seorang pria bertubuh besar tampak sedang melempar barang-barang yang ada di rumah Jiyeon.
             “Appa!!!” Jiyeon yang berada di pintu depan berlari menuju appanya yang sudah terluka parah. “Appa gwaenchanha?” jiyeon memegang kedua pipi appanya.
             “Apa dia putrimu? Kenapa kau tidak mengatakan  kalau kau punya seorang putrii yang sangat cantik?” pria bertubuh besar itu mendekat kearah Jiyeon dan mengusap lembut pipi Jiyeon.
             “Jangan sentuh anakku!” teriak appa Jiyeon. Jiyeon melihat kearah appanya. Menatapnya tidak percaya. Ini baru pertama kalinya appanya memanggilnya dengan sebutan ‘anakku’. “Beri aku waktu seminggu lagi. Aku akan  melunasi semua hutangku.”
             “Ah, baiklah kalau begitu. Kalau kau tidak melunasi hutangmu… anakmu yang cantik ini akan  kujadikan istriku.” Pria itu akhirnya pergi dari rumah Jiyeon.
             Di luar Myungsoo mengintip kejadian yang menurutnya hal luar biasa yang terjadi di dalam rumah kecil milik keluarga Park. Beberapa saat kemudian, Myungsoo kembali kemobilnya dan memerintahkan sopirnya untuk kembali.
∞∞∞
Woollim Group
             “Appa, bisakah aku bicara denganmu sebentar?” Tanya Myungsoo yang baru datang dari rumah Jiyeon.
             “Bicaralah. Selagi appa ada waktu.” Kim Sunggyu masih asik dengan pekerjaannya.
             “Aku… aku sudah mempunyai calon istri. Aku ingin memutuskan pertunanganku dengan wanita pilihan eomma. Bae Suzy.” Ujar Myungsoo tegas. Seolah dia sudah mantap untuk menikahi wanita yang sama sekali belum ia kenal dan ia temui sebelumnya. Seakan  ia yakin hidupnya akan  bahagia bersama wanita pilihannya.
             “Siapa namanya?” Sunggyu mulai mengangkat kepala melihat Myungsoo.
             “Park Jiyeon.”
             “Baiklah. Tentukan tanggal pertemuannya.”
             “Ne appa.”

3 Days Later
Park Family’s house
Hari mulai pagi. Mentari mulai menampakkan sinarnya. Hari ini tepatnya hari minggu dimana semua siswa sedang menikmati hari libur dengan kegiatan yang mereka sukai. Namun tidak dengan Jiyeon. Wajahnya terlihat murung. Pikirannya hanya tertuju pada hari pertunangannya dengan Myungsoo yang akan  dilaksanakan  hari ini. Ia menatap dirinya di depan sebuah cermin besar yang ada di kamarnya.

Flashback
“Jiyeon-a kosongkan jadwalmu besok.” Ujar Jimin yang sedang asik bersih-bersih di ruang tamu.
“Memangnya kenapa eomma?” tanya Jiyeon heran. ‘tidak biasanya eomma menyuruhku untuk menghabiskan waktu dirumah selama liburan.’ Batin Jiyeon.
“Keluarga Tn. Kim akan mengadakan  lamaran di restoran milik putranya.”
‘Mwo? Tn. Kim? Bukankah dia pemilik perusahaan terbesar di Korea Selatan? Dan tunggu. Bukankah dia hanya memiliki satu putra? Kim Myungsoo? Dan umurnya pun berbeda jauh denganku. Bagaimana bisa mereka menjodohkan putra mereka dengan remaja berumur 17 tahun sepertiku?’ Gerutu batin Jiyeon. “Apakah itu artinya aku akan  menikah dengan calon pewaris Woollim group?” Tanya Jiyeon tidak yakin.
“Tentu saja. Dengan begitu secara tak langsung kau akan  menyelamatkan hidup appa dan eomma.” Jawab eomma Jiyeon.
“Apakah appa berhutang lagi pada mereka?” Tanya Jiyeon dengan mata yang berkaca-kaca.
“Molla. Ah sudahlah. Sebaiknya kau istirahat supaya tidak bangun kesiangan.” Usir Jimin. Tanpa sepatah katapun Jiyeon akhirnya segera pergi ke kamarnya.
Flashback end

             “Wah… Jiyeon-ku yang cantik. Ayo pergi.” Perintah Jimin sambil sedikit merapikan rambut Jiyeon.
             “Eomma… tak bisakah aku menolak lamaran ini? Aku masih belum siap menikah sekarang eomma.” Ujar Jiyeon lirih. Air matanya tidak bisa ia tahan lagi.
             “Jiyeon dengarkan eomma. Ini adalah jalan yang terbaik untuk keluarga kita. Bukankah Kim Myungsoo juga tampan? Sepertinya dia cocok denganmu.” Jimin mencoba menghibur putrinya Jiyeon.
             “Tapi eomma, bukankah sebuah hubungan membutuhkan cinta agar tidak mudah hancur? Aku belum siap untuk menerimanya eomma…”
             “Hapuslah air matamu Jiyeon. Percayalah pada Eomma dan Appa. Kau akan  bahagia bersamanya. Sudahlah ayo cepat keluar sebelum appamu marah.” Ujar Jimin sekali lagi. Beberapa detik kemudian Jiyeon menyusul eommanya dan berangkat menuju tempat pertemuan dengan keluarga Kim Sunggyu.

KMS High Restaurant
             “Annyeong haseyo. Apakah anda Tn. Park Hyojoon?” sapa seorang pria berjas hitam mendekati Park.
             “Ah, ne.” jawab Hyojoon singkat.
             “Silahkan lewat sini.” Pelayan itu mengantarkan Jiyeon dan orang tuanya menuju sebuah ruangan khusus yang sudah disiapkan oleh keluarga Kim.
             “Annyeong haseyo. Silahkan duduk.” Kim Myungsoo beserta dengan keluarganya berdiri memberi salam kepada Keluarga Jiyeon.
             “Appa. Perkenalkan, ini calon istriku. Park Jiyeon.” Myungsoo mulai membuka pembicaraan.
             “Annyeong haseyo. Park Jiyeon Imnida.” Sapa Jiyeon sambil sedikit menundukkan kepalanya. Ekspresinya datar tanpa sedikit senyuman untuk Myungsoo.
             “Jadi kau yang bernama Jiyeon?” Tanya Jihyo. Eomma Myungsoo.
             “Ne eomonim.”
             “Dia tidak lebih baik daripada Suzy.” Umpat Jihyo.
             “Eomma. Diamlah.”
             “Jadi kapan kira-kira pernikahan mereka akan dilaksanakan?” tanya Hyojoon.
             “Sepertinya akan lebih baik kalau kita menikahkan anak kita lebih cepat.” Jawab Sunggyu santai.
             “Kalau begitu bagaimana kalau minggu depan saja? Bagaimana Tn. Kim?” usul Jimin.
             “Saya terserah pada anda.” Jawab Jihyo kemudian.
             ‘Satu minggu? Apakah eomma dan appa benar-benar akan menikahkan kami? Perbedaan umur kami bahkan sangat jauh. Tapi jika ini yang bisa aku lakukan untuk eomma dan appa maka akan kulakukan. Aku pasrah padamu Tuhan…’
             “Baiklah kalau begitu mari kita bersulang untuk pertunangan Myungsoo dan Jiyeon.” Sunggyu berdiri dan mengangkat gelasnya. Beberapa detik kemudian disusul oleh Hyojoon dan lainnya.
             “Bersulang.” Semua orang tampak sangat bahagia kecuali Jiyeon dan Myungsoo. Keduanya merasa canggung.
             Disaat semua orang selesai makan Myungsoo mengajak Jiyeon pergi keluar. Sesampainya diluar Myungsoo menarik tangan Jiyeon dan membawanya ke tangga darurat. Sepi. Tak ada seorang pun yang lewat di tempat itu. Myungsoo menutup pintu dan memojokkan Jiyeon disana.
             “Ahjussi kau siapa? Apakah saya mengenal anda sebelumnya?” Jiyeon mulai berbicara. Myungsoo tidak menjawab. Ia hanya menatap lekat gadis yang ada dihadapannya. “Ahjussi. Jawablah pertanyaanku.” Paksa Jiyeon. Beberapa detik kemudian, Myungsoo memeluk Jiyeon dan meminta maaf.
             “Jiyeon-a.”
             “Ahjussi. Aku tau. Aku tau appaku menyerahkanku padamu untuk melunasi hutang appa. Aku rela melakukannya untuk appa. Aku rela melakukan apa saja untuk appa. Tidak peduli apa yang harus aku lakukan. Aku ingin appaku kembali seperti semula dan tidak terlilit hutang. Mulai sekarang, aku akan menyerahkan diriku kepadamu Tuan Kim Myungsoo.” Jiyeon sedikit menekan kata Kim Myungsoo. Bukan karena ia ingin mengancam ataupun menantang. Tapi karena ia sangat sulit untuk mengucapkan kata-kata itu.
             “Uljima. Aku berjanji tidak akan membuatmu menangis lagi.”
∞∞∞
Wedding Day
Jiyeon POV
             Beberapa menit lagi pernikahanku akan dilaksanakan. Dan sebentar lagi aku akan menjadi istri seorang pengusaha kaya bernama Kim Myungsoo. Perusahaan sudah diwariskan kepadanya sejak dua hari yang lalu.
             Tanganku gemetar, badanku terasa dingin. Sesekali aku meremas gaun putih yang ku kenakan  saat ini. Ingin sekali aku meneteskan air mataku. Tapi, mungkin itu akan sia-sia. Tidak ada yang memperdulikanku.
             “Jiyeon-a. Maafkan appa. Kau seperti ini karena appa. Maafkan appa.” Ucap appaku seraya memelukku erat. Seakan  tidak mengijinkanku untuk menikah.
             “Appa tidak perlu meminta maaf padaku. Setelah ini, setelah pernikahan ini selesai, aku harap appa tidak berjudi lagi dan berhutang lagi seperti dulu.”
             “Arasseo Jiyeon-a.” jawab appa disela-sela tangisnya.
             “Yakseokhae?” aku mengulurkan jari kelingkingku di depan appa.
             “Yakseokhae.” Jawab appa kemudian sambil menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingkingku.
             “Ehem… Mempelai wanita, ini sudah saatnya untuk pergi.” Ujar seorang pria dari dekat pintu.
             “Ah, Jiyeon-a. ghaja.” ajak appa seraya mengulurkan tangannya. Aku menghapus air mataku dan meraih tangan appa. Perlahan kami menuju ke altar pernikahan.
             “Pintu masuk mempelai wanita” sedetik kemudian setelah suara itu di serukan pintu masuk terbuka lebar. Aku dan appa memasuki gedung penikahan yang Tn. Kim siapkan.
             “Kim Myungsoo… tolong jaga Jiyeon baik-baik.” Ujar appa pada Myungsoo.
             “Ne, abeonim.” Jawab Myungsoo kemudian. Perlahan appa mengarahkan tanganku di lengan Myungsoo. Didepanku ada seorang pendeta. Kami membaca janji suci. Dan akhirnya Kim Myungsoo memasangkan cincin pernikahan di jari manisku. Begitu juga denganku.

After The Wedding
             “Menantuku, bekerja keraslah malam ini untuk membuatkan kami cucu.” Ujar ibu mertuaku. Tiba-tiba tanganku gemetar. Aku gugup. Lebih gugup daripada sebelum prosesi pernikahan tadi.
             “Eomma, kami akan tinggal di rumahku mulai malam ini.” Sambung Myungsoo yang baru datang mengambil minuman. Entah kenapa seolah aku merasa Myungsoo tidak ingin aku mendengar hal semacam itu.
             “Oh Wae? Kenapa kalian tidak tinggal di rumah kami dulu?”
             “Aniyo eomma. Aku tidak ingin mengganggu eomma dan appa.”
             “Terserah kau saja. Yang penting kalian tidak lupa untuk membuat bayi untuk eomma dan appa.”
             “Eomma sudahlah.”
             “Ah, kalau begitu eomma pergi dulu.” Eomeonim pun akhirnya meninggalkan kami.
             “Aku haus. Aku akan mengambil minuman sebentar.” Pamitku. Sebenarnya aku tidak haus. Tapi aku terlalu gugup untuk bersama dengan Myungsoo. Saat aku mulai beranjak Myungsoo menarik tanganku hingga aku terduduk kembali.
             “Duduklah disini.” Ujarnya singkat. “Hyung. tolong ambilkan minuman untuk Nyonya kecil ini.” Perintah Myungsoo pada Lee Joon yang sedari tadi berada di sebelah kanan kami. Dengan segera Lee Joon berdiri dan berjalan mengambilkan minuman untukku.
             Sementara Lee Joon keluar. Diruangan ini hanya ada kami berdua. Aku dan Myungsoo. “ehem.” Myungsoo sedikit berdeham. “Kenapa kau hanya diam saja dari tadi?” tanyanya kemudian.
             “Aku… aku tidak tau harus bicara apa.” Jawabku sedikit gugup.
             “Kau istriku sekarang. Bisakah aku mengenalmu lebih dekat?” Tentu saja. Aku sudah sah menjadi istrimu sekarang ahjussi. Tapi masalahnya aku terlalu gugup untuk berbicara denganmu.
             Aku terdiam sesaat. Mengumpulkan semua nyaliku untuk berbicara dengan ahjussi yang sedang duduk didekatku. Tak lama kemudian Lee Joon datang membawa minum dan memberikannya padaku. Aku meraih minuman itu dan meminumnya sedikit.
             “Apakah semua tamu sudah pulang?” Tanya Myungsoo.
             “Ne. semuanya sudah pulang kecuali…”
             “Kecuali siapa?”
             “Suzy.”
             “Ish… apakah dia sudah gila? Pertunangan kami bahkan sudah berakhir. Kenapa dia masih menungguku?” Myungsoo berdiri dari tempat duduknya hendak pergi menemui Suzy eonni. Aku menahan tangannya. Aku melihat amarah dimatanya. Entah kenapa dia merasa sangat marah. Aku memohon padanya agar ia kembali duduk. “Suruh dia segera pergi.” Perintahnya pada Lee Joon.
             “Ne Sajangnim.” Lee Joon berpamitan kemudian pergi dari hadapan kami berdua.
             “Ahjussi. Bolehkah aku bertanya sesuatu padamu? Tapi kau harus menjawabnya dengan jujur.”
             “Tanya saja. Aku tidak akan melarangmu untuk bertanya.”
             “Kenapa kau terlihat sangat membenci Suzy eonni?”
             “Itu karena dia yang membunuh halmeoni tiga tahun yang lalu.”

Flashback
Myungsoo POV
             “Halmeoni aku pulang!” aku baru pulang dari kantorku. Hari ini aku pulang lebih awal karena tidak banyak pekerjaan yang harus aku lakukan di kantor. Aku segera menuju kamar halmeoni. Setibanya di depan kamar halmeoni aku melihat seseorang yang tidak asing lagi di mataku sedang menutupi kepala halmeoni dengan bantal.
             “Suzy! Apa yang kau lakukan?!” teriakku dari pintu. Aku segera mendekati halmeoni yang sudah kehabisan napas dan menampar Suzy. “Mulai sekarang, kau bukan lagi tunanganku! Aku memutuskan hubunganku denganmu! Aku tidak ingin melihatmu lagi. Pergi! Pergiiii!” usirku kasar. Aku memeluk halmeoni. Memeiksa detak jantungnya. Tidak ada. Aku berteriak memanggil halmeoni sekali lagi sekeras-kerasnya. Air mataku tidak bisa ku tahan lagi.
Flashback end

Jiyeon POV
             “hari itu aku menangis untuk yang pertama kalinya. Halmeoni yang sangat aku sayang meninggal karena tunanganku sendiri.” Air mata Myungsoo mulai mengalir. Aku meraih sesuatu disampingku. Kain putih berinisial Jee. Aku memberikannya pada Myungsoo.
             “Uljima.” Hanya satu kata itu yang bisa aku ucapkan untuk membuatnya lebih tenang.

Myungsoo’s House
Author POV
             Sinar mentari pagi memasuki ruang kamar Myungsoo dan Jiyeon yang terlihat sangat berantakan. Pakaian yang mereka kenakan  semalam berserakan  dilantai. Perlahan Jiyeon tersadar dari mimpi indahnya. Ia mengedipkan matanya beberapa kali dan menggeliat pelan seolah tidak ingin membangunkan pria yang sedang tidur sambil memeluknya dari belakang. Perlahan Jiyeon meraih pakaian putih tebal yang ada di lantai dan pergi membersihkan dirinya. Tak lama, Jiyeon selesai membersihkan dirinya dan dia sudah terlihat sangat rapi dengan kaos pink panjang dan celana jeans hitam yang dikenakan nya. Hari ini Jiyeon cuti dari sekolahnya.

Dining room
             Jiyeon menghentikan langkahnya di tangga dekat kamarnya melihat seorang ahjumma sedang memasak banyak makan an. Beberapa pertanyaan terlintas dipikirannya saat ini.
“Anda sudah bangun?” Tanya ahjumma itu.
“Ne.” Jiyeon melanjutkan langkahnya mendekati ahjumma itu. “Ahjumma. Bisakah aku membantumu?”
“Tidak perlu Nyonya kecil. Silahkan duduk.” Ahjumma itu menarik sebuah kursi untuk Jiyeon.
“Kau sudah bangun?” sapa Jiyeon saat melihat suaminya berjalan mendekatinya di tangga. Pria itu hanya menjawab ‘um’ dan meraih sesuatu dari dalam kulkas.
“Silahkan.”
“ne Gomawo ahjumma.” Jawab Jiyeon. Jiyeon meraih sebuah pancake yang ada dihadapannya dan meletakkannya dipiring Myungsoo. “Makan lah.”
“Kau juga harus makan.” Ujar Myungsoo sambil meletakkan sebuah pancake dipiring Jiyeon. Sesungging senyuman terlukis diwajah Jiyeon saat Myungsoo meletakkan makanan dipiringnya.
“Ahjussi kau-”
“Jangan panggil aku ahjussi. Aku masih belum tua.” Potong Myungsoo cepat.
“Lalu aku harus memanggilmu dengan sebutan apa?”
“Apa saja selain panggilan untuk orang yang sudah tua.” Jawab Myungsoo kemudian.
“Bagaimana kalau Oppa?”
“lalu aku akan  memanggilmu dengan sebutan Chagi” Jiyeon menaikkan alisnnya saat Myungsoo menyebutkan kata ‘Chagi’ padanya. “Wae?” Tanya Myungsoo saat mlihat ekspresi Jiyeon yang tampak kaget.
“Aniyo.”
“Ah baiklah. Kau ingin mengatakan  apa barusan?”
“Bolehkah aku meminjam ponselmu sebentar?” Tanya Jiyeon.
“Untuk apa?”
“Aku ingin menghubungi temanku disekolah.” Pantas saja kalau Jiyeon tidak punya ponsel. Uang hasilnya bekerja ia serahkan kepada eommanya untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari.
“Kau tidak punya handphone?” Tanya Myungsoo. Jiyeon menundukkan kepalanya dan menggeleng. Sesaat kemudian Myungsoo memanggil Lee Joon dan memerintahkannya untuk memberikan Jiyeon handphone yang baru.
             “ah tidak perlu ahjussi. Um maksudku oppa. Aku akan membeli handphone sendiri dengan uang jajan yang kau berikan padaku.” Cegah Jiyeon.
             “Chagi… uang jajan berbeda dengan uang untuk membeli kebutuhanmu.”
             “Tapi oppa-” kalimat Jiyeon terhenti ketika Myungsoo membungkam mulut Jiyeon dengan bibirnya. Sekilas. “baiklah.”
             “Barangnya akan tiba sebentar lagi sajangnim.”

Beberapa saat kemudian
Ting… tong…
             “Ahjumma tolong bukakan  pintunya.” Perintah Myungsoo.
             “Ne.” Ahjumma segera menuju ke pintu depan dan menerima sebuah paket. Lee Joon tidak membelinya sendiri. Tapi ia menyuruh karyawan Myungsoo untuk mengirimkan handphone itu ke rumah Myungsoo.
             “Ini untukmu. Bukalah.” Ujar Myungsoo seraya menyerahkan kotak yang diberikan oleh ahjumma barusan. Jiyeon membuka isi kotak tersebut dan segera meraihnya. Sebuah handphone yang mirip dengan handphone milik suaminya. Jiyeon menelan ludah.
             “Ini kan keluaran terbaru.”
             “Kau bisa menggunakan itu. Sini biar ku simpan nomorku.” Jiyeon mnenyerahkan ponselnya agar Myungsoo bisa menyimpan nomornya. “Sudah.” Setelah Myungsoo menyimpan nomornya sendiri, ia mengembalikan ponsel itu pada Jiyeon.
             “Gomawo…” ucap Jiyeon seraya mengecup bibir mungil suaminya. Bibir Myungsoo tertarik keatas membentuk sebuah senyuman.
             Dalam sehari mereka bisa sangat akrab. Bagaimana tidak? Keduanya memang sangat mudah beradaptasi.
∞∞∞
             Hari mulai gelap. Matahari kembali menyembunyikan sinarnya dan digantikan oleh sinar rembulan. Jiyeon sedang berdiri didepan jendela kamarnya dengan balutan kemeja hitam yang ukurannya cukup besar. Yah. Kemeja itu milik Myungsoo. Bukan tanpa alasan Jiyeon menggunakan  kemeja itu. Tapi karena Myungsoo yang menyuruhnya.
             “Kau belum tidur?” Tanya Myungsoo seraya memeluk istrinya dari belakang. “Kau merindukan eomma dan appamu?” Tanya Myungsoo sekali lagi. Jiyeon menundukkan kepalanya dan mengangguk pelan. “Kau ingin menemui mereka?” lagi-lagi Jiyeon hanya mengangguk.
             “dulu. Sebelum kau datang melamarku. Sebelum appaku berubah seperti sekarang. Aku selalu menunggunya di depan rumah. Dia selalu pulang dalam keadaan mabuk. Terkadang appa memukulku saat aku meminta uang padanya. Tapi ketika aku tau appa terlilit banyak hutang, aku berusaha mencari pekerjaan. Menjadi pelayan toko, membantu tetanggaku berjualan keliling, bahkan sampai aku menjual Koran keliling. Ibuku menjual ikan dipasar. Tapi aku tidak pernah malu dengan keadaanku yang seperti itu. Aku semakin semangat bersekolah. Walaupun teman-temanku mengejekku karena keadaan ekonomi kami yang sangat rendah.” Air mata Jiyeon tidak bisa ditahan lagi. Cairan bening itu mengalir deras dipipi Jiyeon. Myungsoo membalikkan tubuh Jiyeon dan memeluknya erat. Myungsoo mencoba meredakan  tangisan Jiyeon.
             “Mulai sekarang. Saat kamu senang, sedih, bahkan marah katakan semuanya padaku. Aku siap menjadi buku harianmu dan menjadi pelampiasan amarahmu.”
             Jiyeon mendongakkan wajahnya menatap Myungsoo. Begitupun Myungsoo. Ia menunduk menatap Jiyeon. Perlahan Myungsoo semakin mendekatkan wajahnya dengan wajah Jiyeon. Jiyeon memejamkan matanya saat bibir Myungsoo mendarat tepat di bibirnya. Bibir Myungsoo kini mulai bergerak menyapu kedua sisi bibir Jiyeon. Jiyeon masih terdiam. Tidak ada respon dari Jiyeon. Wanita itu seolah tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Tidak ada penolakan dari Jiyeon. Seiring berjalannya waktu, Jiyeon mulai memberanikan diri membalas ciuman Myungsoo. Tangannya ia naikkan ke tengkuk Myungsoo.
             Sepuluh menit berlalu, Myungsoo melepaskan ciumannya. Perlahan kedua mata Jiyeon terbuka. Ia menurunkan tangannya dari tengkuk Myungsoo. Jiyeon menunduk malu, tidak menyangka bahwa ia akan melakukan hal seperti ini. Tapi bukankah kalian sudah melakukan hal yang lebih dari ini semalam? Itu wajar Jiyeon. Kau sudah punya suami. Apalagi mertuamu ingin segera mempunyai cucu.
             “Tidurlah. Ini sudah malam. Besok kau sudah mulai sekolah.” Ujar Myungsoo seraya menggendong Jiyeon dan menidurkannya diranjang besar milik mereka.
             “Jaljayo oppa.”
             “um jalja.”
∞∞∞
             Sinar mentari pagi yang sangat cerah menembus jendela kamar Myungsoo dan Jiyeon. Disana seorang wanita berseragam sekolah sedang merapihkan dasi prianya yang tidak lain adalah suaminya. Yah, hari ini mereka memulai aktifitas mereka kembali. Ada perbedaan dengan penampilan Jiyeon kali ini. Tas, sepatu, seragam, dan peralatan sekolah yang baru. Kemarin, Myungsoo yang membelikan peralatan sekolah itu bersama Lee Joon. Asisten pribadinya.
             “Kau mau aku yang mengantarmu atau Lee Joon yang mengantarmu?” Tanya Myungsoo saat Jiyeon selesai merapihkan dasi Myungsoo. Jiyeon tersenyum lebar dan mengarahkan telunjuknya pada Myungsoo. Pria itu kemudian tersenyum dan mengacak pelan rambut istrinya yang masih dibawah umur itu. “ayo sarapan.”
             Di meja makan sudah tersedia banyak makanan yang dimasakkan ahjumma untuk mereka. Tentu saja Jiyeon tidak hanya makan berdua dengan Myungsoo tapi disana juga sudah ada Lee Joon yang siap menyantap sarapan paginya.
             “Nyonya kecil. Hari ini kau ingin aku atau dia yang mengantarmu?” Tanya Lee Joon dengan mulutnya yang dipenuhi oleh makan annya.
             “Ya! Kalau makan jangan bicara. Sejak kapan aku mengajarimu seperti itu?” ujar Myungsoo dengan nada tinggi. Jiyeon melihat kearah Lee Joon dan menunjuk Kim Myungsoo dengan telunjuknya.
             “Arasseo.” Jawab Lee Joon kesal.
∞∞∞
Kirin Art High School
             Selesai makan Jiyeon pergi kesekolahnya yang diantar oleh Myungsoo. “Kau tidak meninggalkan ponselmu kan?” Tanya Myungsoo mengingatkan.
“Aniyo. Aku membawanya.”
“Baiklah pakai sabuk pengamanmu.” Myungsoo perlahan menyalakan  mobilnya dan melajukannya.
∞∞∞
Sesampainya disekolah, Myungsoo menahan tangan Jiyeon saat Jiyeon hendak membuka pintu mobilnya. Ia menempelkan bibirnya dengan bibir Jiyeon.
Beberapa detik kemudian, seseorang mengetuk pintu mobil Myungsoo. Reflex keduanya saling menjauhkan wajahnya masing-masing. Myungsoo membukakan jendela yang berada disebelah kanan Jiyeon.
“Ck dasar pengantin baru. Ini sekolah oppa!” Tegur gadis berwajah cantik seperti Barbie itu. Nam Gyuri. “Jiyeon ghaja. Lima menit lagi bel masuk.” Ujarnya lagi.
“Oppa, annyeong.” Pamit Jiyeon. Jiyeon pun turun dari mobil hitam milik Myungsoo itu.
“Oppa? Harusnya kau memanggilnya dengan sebutan chagi Jiyeon-i. ah, tapi itu tidak masalah. Ya sudah. Oppa, aku pinjam Jiyeonnya dulu ya. akan ku kembalikan nanti sepulang sekolah. Annyeong….”
Brakk!!!
Gyuri menutup pintu mobil itu dengan kasar.
“Ya!” teriak Myungsoo dari dalam mobil sebelum ia menjalankan mobilnya kembali.
Disisi lain seorang pria yang juga berseragam sekolah yang sama dengan seragam sekolah Jiyeon membulatkan matanya dan melihat Jiyeon dengan tatapan kesal. -JB- Tangan kanannya menggumpal dan memukul telapak tangan kirinya sendiri. “Awas saja nanti. Ahjussi itu, tidak akan aku biarkan dia hidup tenang. Berani-beraninya dia mencium Jiyeonku.” Ujarnya kesal.
“Ya! Memangnya kau berani melawan ahjussi itu? Dan pantas saja Jiyeon memilihnya. Dia itu tampan. Tidak sepertimu.” ejek Hoya seraya memukul kepala JB dari belakang dengan pukulan yang sedikit keras.
“Ya! Tidak bisakah kau tidak memukulku?!” teriak JB kesal dan pergi meninggalkan Hoya.
“Ya! JB-ssi. Kau marah? Ya… aku hanya bercanda…” goda Hoya sambil mengayunkan tubuh JB.
“Sudahlah… kau tidak pernah di pihakku.”
∞∞∞
             “Gyuri-a. Kau mengenal Myungsoo?” Tanya Jiyeon.
             “Jiyeon-ssi!” Teriak seorang siswa pada Jiyeon. Reflex Jiyeon dan Gyuri menoleh kearahnya. Betapa kagetnya Jiyeon saat mendapati siswa yang memanggilnya adalah pria terpopuler disekolah itu. Wajar saja Jiyeon kaget, ini baru pertama kalinya semenjak ia masuk ke sekolah ini dipanggil oleh namjachingunya. (teman laki-laki bukan pacar) -JB-
             “Wae?” Tanya Jiyeon heran.
             “Tadi itu… siapamu?” Jiyeon mengernyitkan dahinya. “Geu ahjussi…” lanjut JB. Jiyeon menoleh kearah Gyuri seolah meminta bantuan untuk menjawab. Tidak mungkin Jiyeon mengatakan yang sejujurnya pada chingudeulnya.
-TBC-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar