Title :
Because I Born To Be Yours Part 5
Main Cast : MyungYeon Couple
Other Cast :
-
Park
Hyojoon as Jiyeon appa
-
Han
Jimin as Jiyeon eomma
-
Kim
Sunggyu (Infinite) as Myungsoo appa
-
Song
Jihyo as Myungsoo eomma
-
Nam
Woohyun (Infinite) as Gyuri appa (Jiyeon appa)
-
Jung
Eunji (Apink) as Gyuri eomma (Jiyeon eomma)
-
Nam
Gyuri as Jiyeon’s friend and Jiyeon-i dongsaeng
-
Lee
Joon (MBlaq) as Myungsoo’s asisten
-
JB
/ Im Jae Bum (GOT7) as Jiyeon’s friend
-
Henry
Lau (Super Junior M) as Jiyeon’s friend
Genre : Married Life, School
Life, and other
Rate : 17+
Length : Part
Author : Nam Ohyun
Jiyeon
kini tengah berjalan di trotoar jalan dengan beberapa barang yang dibawanya
dari mini market. Ia berencana untuk pergi kerumah orang tua angkatnya. Orang
tua yang telah membesarkannya. Jiyeon memasuki sebuah gang sempit yang sangat
sepi. Tiba-tiba seseorang membungkam mulutnya dengan sapu tangan yang sudah di
beri obat bius.
Jiyeon
mulai tersadar setelah beberapa jam pingsan karena obat bius. Ia merasakan
sakit di bagian kepalanya namun tangannya tak mampu memegangi kepalanya yang
sakit. Tangan dan kaki Jiyeon sedang diikat di sebuah kursi yang Jiyeon duduki
sekarang.
^Nam
Family’s House^
Seorang
wanita paruh baya kini sedang mondar mandir di ruang tamu. Ada perasaan
khawatir yang menghampirinya. Bagaimana tidak? Buah hatinya yang pernah
menghilang belu juga kembali. Ponselnya pun tidak aktif. “Yeobo… kau tenang
dulu. Aku sudah melapor ke polisi. Aku yakin polisi akan segera menemukan
Jiyeon.” Ujar Woohyun menenangkan. Semua orang tengah berkumpul di rumah itu.
Ddrrtt…
ddrrtt… ddrrtt…
Ponsel
Myungsoo bergetar beberapa kali. Dengan segera, Myungsoo menjawab panggilan
dari nomor tak dikenal itu. “Yeoboseyo?” sapa Myungsoo.
“Oppa, apakah kalian sedang menghawatirkan
si cantik Jiyeon? Dia sekarang sedang bersamaku.” Ujar seseorang dari
seberang.
“Ya!
Dimana kau menyembunyikan Jiyeon?!”
“Kau mau Jiyeon selamat? Datang saja ke
tempat yang aku kirim. Dan ingatlah, jangan membawa polisi atau teman. Karena
aku tidak akan segan-segan untuk membunuhnya jika kau melanggar itu.”
“tuut… tuutt…” orang itu
mengakhiri panggilannya.
“Y-ya!!”
Myungsoo dengan kesal menutup ponselnya.
Beberapa
saat kemudian, Myungsoo mendapat sebuah pesan. Disana Myungsoo melihat Jiyeon
yang sedang diikat di kursi dan tidak sadarkan diri. Ia membaca terusan pesan
itu dan segera meraih kunci mobil yang ia letakkan di atas meja.
“Eomeonim.
Aku akan membawa Jiyeon kembali.” Ujar Myungsoo.
“Tolong
bawa Jiyeon kembali dengan selamat Myungsoo.” Pinta Woohyun lirih.
“Aku
ikut.” Ujar Gyuri.
“Kau
jangan ikut. Ini berbahaya. Aku sudah memanggil polisi untuk mengikutiku secara
diam-diam. Orang itu mengancamku. Kalau aku tidak datang sendiri, dia akan
membunuh Jiyeon.” Ujar Myungsoo. Dengan segera ia pergi keluar menuju alamat
yang dikirimkan orang asing yang menculik Jiyeon.
Di
belakang mobil Myungsoo ada beberapa mobil yang mengikuti Myungsoo. Yah, itu
mobil polisi. Tak lama, akhirnya Myungsoo tiba disebuah tempat yang terlihat
seperti sebuah gudang. Ia meraih ponselnya dan menghubungi orang yang
mengirimkan pesan pada Myungsoo tadi. Beberapa saat kemudian dua orang pria
datang dan membawa Myungsoo masuk ke dalam gedung tersebut. Myungsoo melihat
Jiyeon yang terkulai lemas.
“Jiyeon!!”
teriak Myungsoo sambil melangkah mendekati Jiyeon. Namun langkahnya terhenti
saat seorang wanita memanggil namanya dan memeluknya dari belakang. “Ya!! Lepaskan
aku Bae Suzy! Aku tidak sudi bersentuhan denganmu!!!” teriak Myungsoo sambil
menghempaskan tubuh Suzy hingga pelukannya terlepas.
“Kenapa
hm? Jangan bilang kau mencintai Jiyeon? Bukankah kau menikahi Jiyeon karena
hutang ayah angkatnya?!” bentak Suzy.
“Eo.
Aku mencintainya. Dan aku sama sekali tidak menduga bahwa perceraianku
dengannya, terjadi karena ulahmu!!!”
“Oh
begitu?! Baiklah. Jika itu maumu.” Suzy berjalan mendekati Jiyeon dan
mengeluarkan pisau yang berada di sakunya. Suzy mendekatkan pisau itu di leher
Jiyeon.
“Aaa!!!”
Jiyeon berteriak ketakutan. Tiba-tiba tangannya gemetar.
Myungsoo
yang melihat itu dengan segera berjalan mendekati Jiyeon dan Suzy. “Jangan
lakukan itu Suzy!” perintah Myungsoo.
“Wae?!
Aku ingin kau menjadi milikku!!! Hanya milikku!!! Aku tidak ingin anak ini
menjadi penghalang cinta kita!!!” teriak Suzy. Myungsoo terus melangkah
mendekati Jiyeon. “Jangan mendekat!!! Selangkah lagi kau bergerak mendekatiku,
aku tidak akan segan-segan membunuh mantan istri tercintamu!!!” ancam Suzy.
“Oppa!!
Tinggalkan aku!! Menikahlah dengan Suzy!! Dia jauh lebih pantas untukmu dari
pada aku!!” teriak Jiyeon. Tiba-tiba saja, polisi masuk ke dalam gedung itu dan
menangkap Suzy sebelum ia menggoreskan pisaunya di leher Jiyeon.
“Apa-apaan
ini? oppa!! Ini pasti ulahmu!!! Oppa aku tidak mau di penjara lagi! Lepaskan
aku!” teriak Suzy. Namun polisi membawa Suzy keluar. Myungsoo segera mendekati
Jiyeon yang kini tengah menangis. Myungsoo melepaskan ikatan di kaki dan tangan
Jiyeon. Ia kemudian memeluk Jiyeon dengan sangat erat.
“Mianhae
Jiyeon-i. Gara-gara aku kau harus mengalami hal seperti ini.” ujar Myungsoo
sambil mempererat pelukannya pada Jiyeon. Jiyeon merasakan sakit yang sangat
hebat di bagian kepalanya hingga ia kini tidak sadarkan diri. Myungsoo segera
menggendong Jiyeon dan membawanya pulang.
∞∞∞
“Jiyeon
baik-baik saja. Ia hanya shock. Ini aku beri resep obatnya agar Jiyeon cepat
sembuh.” Ujar Dongwoo uisa sambil memberikan secarik ketas berisi resep obat.
“Ne.
gomawoyo.” Ujar Woohyun.
“Kalau
begitu aku permisi dulu.” Pamit Dongwoo.
Myungsoo
mengantar Dongwoo keluar dan sesaat kemudian ia kembali lagi ke kamar Jiyeon. “Kau
istirahatlah dulu. Kau juga pasti lelah.” Ujar Woohyun pada keponakannya
sebelum ia keluar meninggalkan kamar Jiyeon.
“Ne
abeonim.” Jawab Myungsoo. ‘Mianhae Park Jiyeon. Ini semua terjadi karena aku.
Two
Month Later
^Incheon
Airport^
Jiyeon baru saja
lulus dari sekolah Kirin. Jiyeon tidak pernah keluar sendirian semenjak
kejadian yang nyaris merenggut nyawanya itu. Saat ini ia sedang bersiap untuk
pergi ke Paris. Ia membawa sebuah koper besar dan foto kenangannya bersama
Myungsoo yang ia jadikan Wallpaper ponselnya. Jiyeon memasuki pesawat yang akan
membawanya terbang ke Paris. Ia mendapat tempat di barisan ke sepuluh didekat
jendela. Ia menyamankan duduknya. Beberapa detik kemudian seorang pria
berpakaian hitam duduk tepat disampingnya. Jiyeon menoleh kearah pria itu. “Kim
Myungsoo?” Ia mengerutkan dahinya. Memastikan bahwa ia tidak salah lihat. Pria
itu menoleh. “Myungsoo oppa.”
“hm?” hanya
gumaman kecil yang keluar dari bibir sexy Myungsoo. Jiyeon terus menatap
Myungsoo tidak percaya. Jiyeon berpikiran bahwa Myungsoo mengikutinya. Yah,
memang benar begitu adanya. Ini adalah rencana para besan. “kenapa kau terus
menatapku?” tanya Myungsoo polos.
“Hm? Aniyo.
Siapa bilang aku menatapmu. Aku hanya…” kalimat Jiyeon menggantung. Ia memikirkan
jawaban yang akan ia lontarkan untuk Myungsoo.
“Hanya apa?”
“Aniyo.
Lupakan.” Ujar Jiyeon.
Sudah satu jam
Jiyeon berada di pesawat. Ia mulai mengantuk. Perlahan ia memejamkan matanya.
Myungsoo menyandarkan kepala Jiyeon dibahunya. Jiyeon yang setengah sadar
tiba-tiba terbangun saat merasakan tangan Myungsoo yang memegang kepalanya.
“Tidurlah dibahuku.” Ucap Myungsoo singkat. Jiyeon tak bisa berkata apa-apa. Ia
hanya menurut. Karena sebenarnya ia sangat menyukainya.
Para penumpang
sudah bersiap untuk turun dari pesawat. Jiyeon yang tengah tertidur akhirnya
tersadar dan mengerjapkan matanya beberapa kali. “Apakah kita sudah sampai?”
tanya Jiyeon.
“Eo. Ghaja.”
Ujar Myungsoo sambil mengulurkan tangannya pada Jiyeon.
“Tapi tujuanmu
denganku berbeda.”
“Siapa bilang?
Aku disini karena appamu menyuruhku menjagamu.” Ujar Myungsoo. Tak butuh waktu
lama, Jiyeon meraih tangan Myungsoo dan berjalan di belakang Myungsoo.
“Lalu bagaimana
dengan Restoranmu dan perusahaan appamu?”
“Ada appa yang
mengurusnya. Lagi pula, aku ada pekerjaan yang harus aku selesaikan di Paris.”
∞∞∞
^Paris^
Myungsoo dan
Jiyeon kini telah tiba di depan sebuah bangunan yang cukup besar. “tempat apa
ini? Apakah ini rumahmu?” tanya Jiyeon. tak heran Jika Myungsoo memiliki sebuah
rumah disini, karena appanya sendiri adalah pemilik perusahaan terbesar di
Korea. Dan Myungsoo sendiri adalah pemilik restaurant yang juga terkenal dalam
beberapa bulan. Apa lagi mengingat dia adalah anak tunggal. Jadi, wajar saja
jika Myungsoo memiliki banyak rumah di berbagai Negara.
“Eo. Gayo.”
Myungsoo membawa Jiyeon memasuki rumah yang berada dihadapannya. Lagi-lagi
Jiyeon mengikuti Myungsoo dari belakang sambil membawa kopernya. “Eumm…
Jiyeon-i. mian disini hanya ada satu kamar, jadi kau tidur di kamar dan aku
akan tidur disofa.”
“Mwo? Ani. Tak
bisakah kita tidur dikamar yang sama dan tempat tidur yang sama? Lagi pula… aku
tidak takut lagi dengan apa yang akan terjadi nanti.” Ujar Jiyeon. Myungsoo
tertegun mendengar perkataan Jiyeon. ‘Kenapa dia berbeda dengan sebelumnya?
Kenapa dia ingin tidur di kamar yang sama denganku?’ tanya batin Myungsoo. Myungsoo
melangkah mendekati Jiyeon dan memeluknya.
“Mianhaeyo
Jiyeon. Harusnya aku melindungimu.” Jiyeon membalas pelukan Myungsoo.
“Aniyo oppa. Aku
yang seharusnya meminta maaf padamu. Kita bercerai tanpa persetujuan darimu.”
“Uljimayo. Jebal
uljima.” Ujar Myungsoo sambil menghapus jejak air mata Jiyeon. Jiyeon
mengangkat wajahnya menatap Myungsoo. “Saranghaeyo Park Jiyeon. ani. Maksudku
Nam Jiyeon.” Jiyeon menatap Myungsoo semakin dalam. “Sebenarnya, aku mencintamu
sejak kau baru lahir. Aku meminta pada appa untuk menikahkanmu denganku saat
aku sudah dewasa. Dan sekarang, akhirnya kita sudah menikah. Walaupun tidak
lama tapi setidaknya impianku telah tercapai.” Ujar Myungsoo. “Tidak peduli
apakah kau mencintaiku atau tidak, aku hanya ingin bersamamu. Aku ingin selalu
berada disampingmu.”
“Myungsoo oppa.
Sashileun… nado saranghaeyo. Oppa, bisakah kita memulainya dari awal? Setelah
aku pikir kembali, ternyata aku salah besar sudah bercerai denganmu. Semua
terasa aneh tanpamu. Walau hanya beberapa bulan, aku bisa menerima semuanya.
Tapi, karena Suzy eonni. Aku harus meninggalkanmu.” Jiyeon kembali memeluk
Myungsoo.
“Kau
istirahatlah lebih dulu. Aku akan segera kembali.” Ujar Myungsoo sebelum ia
pergi meninggalkanku. Dia juga sempat membelai pipiku. Membuat semburat merah
muncul begitu saja dipipiku. Setelah Myungsoo pergi, aku segera membereskan
koperku. Memasukkan semua pakaian yang aku bawa kedalam lemari Myungsoo yang
sangat besar.
Kegiatan ini
membuatku sangat lelah hingga rasanya badanku terasa remuk. Aku membaringkan
tubuhku diatas kasur satu-satunya dirumah ini dan memejamkan mataku.
∞∞∞
Entah berapa jam
aku tertidur. Ku lihat jam yang tertera diponselku. 08.00 AM. Mwo? Ini sudah
pagi? Saat aku berusaha untuk bangun, kurasakan seseorang menahanku. Ku lihat
kesamping kananku. Hah?! Mwoya? Kim Myungsoo? Pikiranku mulai melayang entah
kemana. Kulihat dia tertidur dengan keadaan topless sementara tangannya memeluk
perutku. Reflex aku menyingkirkan tangannya dari perutku dan tanpa sengaja aku
membuatnya terbangun.
“Eunghh…” aku
mendengar lenguhannya. Suara yang sering terdengar ditelingaku dulu saat kami
masih bersama. Tapi, ada apa ini? Apa aku masih mencintainya? Ya! Pabo! Kau
sendiri yang bilang bahwa kau masih mencintai Myungsoo kemaren. “Kau sudah
bangun? Jam berapa ini?” tanya Myungsoo polos.
“Hm? Jam delapan
pagi.” Jawabku santai.
“Kau tidak
kuliah? Ini hari pertamamu.” tanyanya lagi.
Kuliah? Eomeo.
Iya. Ini kan hari pertamaku masuk kuliah. Aku segera pergi menuju kamar mandi
dan merias wajahku dengan terburu-buru. Ku lihat Myungsoo juga sudah selesai
merapikan dirinya. ‘kapan dia mandi? Apa di rumah ini ada kamar mandi yang
lain? Atau dia tidak mandi?’ pikirku. Tapi itu tidak penting. Yang terpenting
sekarang, aku cepat sampai di kampus.
∞∞∞
Author
POV
^Paris^
Tidak terasa
seminggu telah berlalu begitu saja. Myungsoo akan kembali ke Korea dua hari
lagi. Bagaimanapun dia harus mengurus
restaurantnya. Dia tidak bisa menyuruh appanya mengurus pekerjaannya
seterusnya. Myungsoo tidak ingin melewatkan hari yang tersisa berlalu begitu
saja. Ia masih belum membawa Jiyeon mengelilingi Paris bersamanya.
“Oppa kau sudah
bangun?”tanya Jiyeon yang sedang saik dengan panic-panci didapurnya.
“Um. Sedang apa
kau disana?” tanya Myungsoo balik.
“Aku sedang
belajar memasak agar aku tidak ketergantungan padamu. Walau bagaimanapun, kau
tidak akan bersamaku terus menerus disini kan? Kau harus kembali ke Korea
mengurus semua pekerjaanmu.” Ujar Jiyeon penuh senyum. “Nah, sudah selesai.
Oppa, karena kau satu-satunya kerabatku disini, aku ingin kau mencobanya.”
Ucapnya sambil mendudukkan Myungsoo di kursi meja makan. Jiyeon meletakkan
hasil masakannya didepan Myungsoo. “Cobalah.” Ucap Jiyeon. Myungsoo menjamah
salah satu masakan Jiyeon. “Eottae?” tanya Jiyeon sambil menopang dagunya.
“Wah… ternyata
kau pintar memasak juga. Sebaiknya kau juga mencobanya. Aaa” Myungsoo mencoba
untuk menyuapi Jiyeon. sesaat kemudian Jiyeon menyambar makanan yang disodorkan
untuk Jiyeon.
“Wah… masitta.”
Seru Jiyeon.
“Jiyeon, kau
tidak ada kuliah kan hari ini?” tanya Myungsoo.
“Ne. Waeyo?”
“Aku ingin
mengajakmu jalan-jalan.”
“Jeongmalyo?
Wah… haruskan aku memakai pakaian yang cantik?” tanya Jiyeon.
“Tidak.” Jawab
Myungsoo datar.
“Waeyo?”
“Karena kau
memang sudah cantik.” Jiyeon tersipu malu mendengar ucapan Myungsoo. “Ya sudah,
kau bersihkan dirimu cepat. Aku akan menunggumu di mobil.” Ujar Myungsoo.
Jiyeon segera pergi menuju kamarnya. Tak lama, Jiyeon sudah selesai
membersihkan dirinya dan sedikit berias.
“Kita mau kemana
oppa?” tanya Jiyeon saat tiba dihadapan Myungsoo. Myungsoo diam. Ia
memperhatikan Jiyeon dari bawah hingga ke atas dan pandangannya kini terhenti
tepat dibibir Jiyeon. “Waeyo apakah ada yang aneh denganku?” tanya Jiyeon
sambil memeriksa pakaiannya.
“Ah aniyo.”
Jawab Myungsoo. “Gayo.” Myungsoo kemudian membukakan pintu untuk Jiyeon.
Sudah hampir
satu jam Myungsoo membawa Jiyeon tapi mereka masih belum juga tiba di tempat
tujuan. “Oppa, kita mau kemana? Apakah perjalanannya masih jauh?” tanya Jiyeon.
Myungsoo hanya diam. Tidak ada niatan baginya untuk menjawab pertanyaan Jiyeon.
Beberapa menit kemudian Jiyeon sampai disuatu tempat yang sangat ramai. Lampu-lampu
jalan yang berwarna-warni membuatnya menganga. Jiyeon menatap tempat itu tidak
percaya. “Menara Eiffle” gumaman kecil sukses meluncur dari bibir mungil
Jiyeon. “Oppa, aku tidak sedang bermimpi kan?” Tanya Jiyeon sambil menepuk
pipinya beberapa kali. “Oppa cubit aku.” Perintah Jiyeon. Myungsoo dengan
polosnya mencubit pipi Jiyeon dengan keras. “Aww!!!” pekik Jiyeon.
“Kau tidak
sedang bermimpi Park Jiyeon. Ini nyata. Kaja.” Ujar Myungsoo seraya pergi
keluar dari mobil dan berjalan beriringan dengan Jiyeon. Myungsoo duduk di
salah satu sudut padang rumput yang membentang luas didekat menara eiffle.
Jiyeon meraih ponselnya dan mengaktifkan kameranya. Ia ingin mengabadikan
moment itu.
“Oppa bisakah
kau bantu aku mengambil gambar?” ujar Jiyeon sambil menyerahkan ponselnya pada
Myungsoo. Dengan mudahnya Myungsoo meraih ponsel Jiyeon dan mulai mengambil
gambar. Jiyeon dengan percaya dirinya bergaya ala model professional. Memang
bisa dibilang Jiyeon adalah wanita Multi talent. Hampir semua dia bisa kecuali
memasak. Dia masih baru belajar memasak. Walaupun begitu, masakan yang ia buat
tidak kalah enaknya dengan masakan chef yang ada di restaurant besar.
Setelah Jiyeon
mulai bosan foto sendiri, Jiyeon meraih kembali ponselnya yang dipegang
Myungsoo. Jiyeon mengajak Myungsoo untuk foto berdua. “Oppa, ayo foto berdua.” Ujar
Jiyeon antusias. Seketika Myungsoo menjadi sangat gugup. Myungsoo jadi bingung harus
menggunakan gaya apa. Jepret… belum selesai Myungsoo bergaya Jiyeon sudah
mengambil gambar lebih dulu. Jiyeon kecewa dengan hasil gambarnya. “Oppa kenapa
kau tidak bergaya?” cetus Jiyeon. Myungsoo semakin gugup. “Hana… Dul…” Myungsoo
mulai menatap bibir Jiyeon. Entah kenapa ia menjadi sangat merindukan bibir
Jiyeon yang selalu manis saat ia menciumnya. “Set…” cup~ Bersamaan dengan
hitungan terakhir Jiyeon, Myungsoo menarik wajah Jiyeon hingga menghadap ke
arahnya dan mengecup bibir mungil Jiyeon. Jepret… Momen itu pun akhirnya secara
tak sengaja diabadikan oleh Jiyeon. Jiyeon membelalakkan matanya karena ia
masih kaget. Namun semakin lama, Jiyeon mulai menutup matanya perlahan. Ia
mulai menikmati setiap sentuhan Myungsoo dibibirnya. Sebuah perasaan yang lama
menghilang kini kembali lagi. Tiba-tiba jantung Jiyeon berdegup sangat kencang.
Begitu pula dengan Myungsoo. Keduanya tidak menyadari bahwa semua orang kini
tengah memperhatikan mereka. Memang benar hal seperti ini sudah biasa dilakukan
oleh orang-orang barat. Namun, ini berbeda dengan yang mereka lakukan.
“Ehem…” suara
dehaman seorang pria sukses membuat MyungYeon melepaskan tautan bibirnya.
Jiyeon mengelap bibirnya yang basah karena ulah Myungsoo barusan. Ia menunduk
malu. “MyungYeon?” subuah kata yang masih terasa asing ditelinga Myungsoo dan
Jiyeon sukses meluncur dari bibir pria yang kini tengah berada didekat mereka.
“JB? Kenapa kau
disini?” Tanya Jiyeon mulai mengangkat wajahnya.
“Dasar. Kalian
masih sama saja seperti dulu. Jika kalian ingin melakukan hal itu, lakukanlah
di kamar hotel kalian.” Ujar JB sambil membuka tutup kaleng minuman yang saat
ini dipegangnya.
“Ya… mau apa kau
kesini hah? Mengganggu saja.” Cetus Myungsoo sambil menarik tangan Jiyeon
pergi. Alhasil, Jiyeon hanya mengikuti Myungsoo tanpa banyak Tanya.
Hari sudah
semakin malam. Myungsoo terlihat sangat lelah. “Ayo pulang.” Ujar Myungsoo.
Jiyeon menatap wajah Myungsoo. “Kenapa menatapku seperti itu?” Tanya Myungsoo
saat menyadari Jiyeon sedang menatapnya.
“Kau terlihat
lelah oppa. Sebaiknya kita pulang besok saja. Aku takut akan terjadi apa-apa
pada kita nanti.” Ujar Jiyeon. Myungsoo membalas tatapan Jiyeon dan sesaat
kemudian mengiyakan permintaan Jiyeon.
“Baiklah. Kita
cari hotel dekat sini. Jha.” Myungsoo menggandeng tangan Jiyeon dan membawanya
berjalan menuju hotel. Tak jauh dari tempat mereka, Myungsoo melihat sebuah
hotel. Mereka pun memasuki hotel itu. Saat itu, hanya tersisa satu kamar hotel
saja. Deri ratusan bahkan ribuan kamar hotel yang ada, hanya satu kamar yang
kosong disana. Dengan terpaksa, Myungsoo harus menerimanya. “Jiyeon, kau mau? Atau
kita mencari di tempat lain saja?” Tanya Myungsoo.
“Gwaenchanha. Lagi
pula aku takut sendirian. Ambil saja kuncinya.” Ujar Jiyeon. Yah, Jiyeon hanya
menerima keadaan. Entah kenapa beberapa hari ini, dia ingin selalu bersama
Myungsoo. Ex-husband nya.
Sesampainya di
kamar, Jiyeon menatap interior kamar tersebut. “Aku mandi dulu. Kau bisa tidur
duluan.” Ujar Myungsoo sambil berjalan menuju kamar mandi. Jiyeon bercermin
sebentar. Memperhatikan bentuk tubuhnya. “Sepertinya ada yang aneh denganku
belakangan ini.” gumamnya. Sesaat kemudian dia teringat dengan tanggal hari
ini. Ia merogoh ponsel yang ada di saku celananya dan melihat tanggal yang
terpampang disana. Jiyeon semakin merasa aneh. “Ini sudah dua bulan dan aku…
belum datang bulan.” Dahi Jiyeon mulai mengkerut. “Ah, lupakan. Mungkin aku
hanya telat saja. Hal ini biasa terjadi padaku.” Jiyeon kemudian berbaring di
tempat tidur dan menaikkan selimut hingga menutupi lehernya. Jiyeon pun
akhirnya terlelap dalam tidurnya. Di balik sana, Myungsoo sedang mendengarkan
suara Jiyeon. Jelas. Sangat jelas. ‘Kau hamil?’ Tanya batin Myungsoo. Ia
kemudian dengan cepat membersihkan tubuhnya dan keluar dengan tenang dari kamar
mandi. Ia menatap seseorang yang kini tengah tertidur di hadapannya. Myungsoo
duduk tepat di samping Jiyeon.
“Mianhae Jiyeon.
Aku tau apa yang terjadi. Kau sedang mengandung anakku kan? Aku janji akan
menikahimu sebelum perutmu membesar.” Ujar Myungsoo sambil mengusap pelan dahi
Jiyeon. Myungsoo mencium sekilas dahi Jiyeon dan berbaring sambil memeluk
Jiyeon dari samping.
∞∞∞
Pagi itu, saat
Jiyeon terbangun ia tiba-tiba merasa mual. Ia segera berlari ke wastafle.
Myungsoo yang tengah tertidur, tiba-tiba terbangun saat mendengar suara Jiyeon
di kamar mandi. Myungsoo dengan segera menyusul Jiyeon. “Jiyeon gwaenchanha?” Tanya
Myungsoo.
“Molla. Perutku tiba-tiba
terasa tidak enak. Mungkin aku hanya masuk angin saja.” Jawab Jiyeon ‘Kau
memang baik-baik saja. Tapi kau sedang hamil. Anakku. Mianhae.’ Ujar Myungsoo
dalam hati.
“Ah iya. Bukankah
hari ini kau harus bersiap untuk kembali ke Korea?” Tanya Jiyeon setelah
membersihkan wajahnya. Ia kemudian merapikan penampilannya.
“Ani. Aku tidak
jadi kembali ke Korea. Aku ingin disini bersamamu. Karena kau… sedang
mengandung anakku.” Suara Myungsoo tiba-tiba mengecil.
“Apa maksudmu
oppa? Aku tidak hamil. Aku hanya masuk angin saja.” Ujar Jiyeon mengelak.
“Kau tidak
percaya kalau kau sedang hamil? Baiklah, kau test saja sendiri dengan alat ini.”
perintah Myungsoo sambil memberikan sebuah alat kecil pada Jiyeon. Alat test
kehamilan.
Jiyeon menuruti
perintah Myungsoo dan hasilnya. Dua garis merah. Itu artinya Jiyeon benar-benar
sedang hamil. Sesaat kemudian pertahanan Jiyeon runtuh. Tubuhnya terasa lemas. Perasaannya
bercampur antara bahagia dan sedih.
Seseorang kini
tengah menunggu Jiyeon di depan kamar mandi. “Oppa…” ujar Jiyeon lirih. Air
matanya kini tak terbendung lagi. Jiyeon kemudian menyerahkan benda kecil yang
dipeganganya dan memeluk Myungsoo erat. Myungsoo memperhatikan benda itu. Dua
garis merah. Myungsoo kemudian membalas pelukan Jiyeon. “Aku akan mengatakan
hal ini pada appaku dan appamu. Aku akan bertanggung jawab atas kehamilanmu. Bagaimanapun,
hal ini terjadi karenaku.” Myungsoo mengusap pelan rambut Jiyeon.
“Gomawo oppa…”
ujar Jiyeon disela tangisnya.
“Ya sudah. Sebaiknya
kita pulang agar kau bisa istirahat dengan nyaman.” Myungsoo melepas pelukannya
dan pergi dari kamar hotel itu.
Selama
perjalanan keduanya diam. Tak ada pembicaraan sama sekali. “Kau lapar?” Tanya
Myungsoo sambil melirik ke arah Jiyeon. Jiyeon diam tak menjawab. Bahkan bahasa
isyarat pun tidak digunakannya untuk menjawab pertanyaan Myungsoo. “Neo uro? Tenanglah...
Lagi pula appaku dan appamu ingin kita menikah. Lagi.” Myungsoo menggenggam
tangan Jiyeon.
“Tapi oppa akan
kembali ke Korea nanti.” Jiyeon menatap wajah Myungsoo.
Myungsoo
tersenyum remeh. “Mana mungkin aku akan meninggalkan wanita yang sedang hamil
anakku sendirian disini? Kita akan kembali bersama-sama nanti. Aku sudah
menyuruh Lee Joon untuk memesankan tiket pesawat untukmu.” Jawab Myungsoo.
Jiyeon mengerutkan dahinya.
“Kembali? Lalu
bagaimana dengan kuliahku? Aku baru masuk dan… aku tidak mungkin berhenti
kuliah.”
“Kau tenang
saja. Aku sudah mendaftarkanmu ke Seoul International University.” Ujar
Myungsoo tenang.
“M-maksud oppa?”
jiyeon mengerutkan dahinya (lagi).
“Aku mendengar
gumamanmu semalam. Saat itu juga aku tahu kalau kau hamil. Dan saat kau
tertidur, aku menghubungi Lee Joon untuk mendaftarkanmu di Universitas di
Korea.”
“Lalu bagaimana
testpack yang tadi oppa berikan padaku?” Tanya Jiyeon semakin tidak mengerti.
“Itu? Aku sengaja
membawanya karena… aku ingat terakhir kali kita melakukan ‘itu’… aku tidak
menggunakan pengaman.” Myungsoo menggaruk pelan tengkuknya yang tidak gatal.
“Oppa…
Sebenarnya… aku tidak ingin bercerai denganmu. Tapi waktu itu-”
“Iya aku tau.
Suzy memaksamu. Aku sudah tau itu.”
“Ba-bagaimana
oppa tahu?”
“Jha… sudah
sampai. Kaja. Kita harus bersiap.” ajak Myungsoo sambil mengacak pelan rambut
Jiyeon.
∞∞∞
Jiyeon dan
Myungsoo sudah sampai di bandara. Keduanya mulai melangkah menuju pesawat
secara bersamaan. Jiyeon duduk tepat di sebelah Myungsoo. “Mungkin perjalanan
ini akan melelahkan untukmu. Sebaiknya kau tidur saja. Nanti, aku akan
membangunkanmu.” Ujar Myungsoo sambil mengusap pelan telapak tangan Jiyeon. Jiyeon
hanya mengangguk sebagai jawaban ‘iya’. Dan beberapa detik kemudian, Jiyeon
memejamkan matanya dan terlelap.
∞∞∞
Setelah
berjam-jam berada di udara, akhirnya pesawat mendarat di Incheon Airport.
Jiyeon terbangun dari tidurnya saat Myungsoo hendak membangunkannya. “oh kau
sudah bangun? Kaja, kita sudah sampai.” Ujar Myungsoo sambil mengcup singkat
pipi Jiyeon.
“Eeuunggh..”
lenguhan halus keluar dari bibir mungil Jiyeon sambil meregangkan ototnya. “oppa,
aku lapar.” Ujar Jiyeon pada Myungsoo.
“Arra. Sebentar
lagi kita pergi ke restaurantku. Kau bisa makan disana.” Setelah penumpang
keluar semua dan tidak berdesakan, Jiyeon dan Myungsoo keluar dari pesawat. Sesampainya
di luar, Myungsoo dan Jiyeon di hampiri oleh seorang pria dan seorang wanita
yang akan membantunya membawa koper masing-masing. Mereka berjalan menuju pintu
keluar. Di luar sudah ada mobil yang menunggu Jiyeon dan Myungsoo. Lee Joon
membukakan pintu untuk keduanya.
“Selamat atas
kehamilanmu nyonya Kim.” Ujar Lee Joon.
“Mwo? Nyonya
Kim? Ya… Lee Joon-a jangan panggil aku nyonya. Aku belum resmi kembali menjadi
istri Tuan Kim Myungsoo. Arra?” Jiyeon dan Myungsoo memasuki mobil itu
bergantian.
“Arasseo nyonya
Kim. Eh maksudku nona Park.” Myungsoo terkekeh pelan mendengar obrolan asisten pribadinya
dan istrinya.
“Sudahlah, ayo
cepat pulang. Aku sudah sangat lapar.” Ujar Jiyeon sambil mengusap perutnya
yang masih rata. Lee Joon menutup pintu mobil dan mengemudikan mobil itu.
∞∞∞
Myungsoo dan
Jiyeon tengah berdiri di depan sebuah kaca sambil memandangi indahnya bulan dan
bintang yang bertebaran di langit. Myungsoo memeluk perut Jiyeon dari belakang.
Myungsoo menyandarkan dagunya di bahu Jiyeon sedangkan Jiyeon tengah asik
memandangi langit. “Chagi.” Ujar Myungsoo membuka pembicaraan.
“Hm?” gumaman
kecil menjadi sebuah sahutan untuk panggilan Myungsoo barusan.
“Kalau
seandainya kau tidak hamil, apakah kau mau kembali padaku?” Tanya Myungsoo
lembut.
“Kenapa kau Tanya
itu?”
“Aku hanya ingin
tau saja.”
“Walaupun
seandainya aku tidak sedang hamil, aku tetap ingin kembali padamu. Lalu
bagaimana denganmu? Apakah kau akan memintaku untuk kembali padamu walau aku
tidak mau?” Tanya Jiyeon kembali.
“Kau tidak perlu
menanyakan hal itu. Aku akan menunggumu walaupun seandainya kau takkan penah
kembali padaku. Karena kau adalah cinta pertamaku. Dan kau sendiri sudah tahu
kalau aku meminta appa untuk melamarmu saat kau baru lahir.”
“Begitukah? Kalau
begitu apakah aku menikah denganmu karena aku memang terlahir untuk menjadi
milikmu?” Jiyeon tersenyum.
“Umm… mungkin.”
Myungsoo tersenyum mendengar kalimat terakhir Jiyeon. “Chagi. Kalau anak kita
sudah lahir nanti… kau ingin menamainya siapa?” Tanya Myungsoo.
“Nama? Entahlah
aku masih belum memikirkan hal itu.” Jawab Jiyeon. “Bagaimana denganmu?”
“Kalau anak kita
perempuan aku ingin menamainya Kim Tae Hee.” Ujar Myungsoo.
“Kim Tae Hee? Bukankah
itu nama wanita tercantik di korea?”
“Ne. aku ingin
anak kita jadi wanita yang canti dan juga pintar.”
“Lalu kalau
laki-laki?”
“Kim Tae Hyung. Nanti
nama lainnya V.”
“Tae Hee dan Tae
Hyung. Nama yang bagus oppa.”
“Kau suka?”
“Ne.” Jiyeon
memejamkan matanya menikmati hembusan angin malam yang masuk melalui
celah-celah jendela kamarnya.
∞∞∞
Hari ini adalah
hari pernikahan Jiyeon untuk yang kedua kalinya dengan Myungsoo. Teman-teman
Jiyeon datang ke acara itu namun tidak dengan JB. JB sedang berada di Paris.
Gyuri menghampiri Jiyeon di ruang mempelai wanita. Penampilannya sangat berbeda
dengan sebelumnya. Ia terlihat sangat cantik dengan rambut panjangnya yang di
urai.
“Eonni!” panggil
Gyuri dari arah pintu. Ia sedikit berlari mendekati Jiyeon. “Eonni. Aku sudah
dengar semuanya semalam. Eonni sangat cantik hari ini. Dan eonni tidak seperti
di pernikahan pertama eonni. Waktu itu eonni menangis di sini. Tapi sekarang
eonni terlihat sangat bahagia. Aku ikut bahagia eonni.” Ujar Gyuri sambil
berjongkok di depan Jiyeon. “Eonni bolehkah aku foto bersamamu?” Tanya Gyuri
yang langsung di jawab dengan anggukan oleh Jiyeon. “Hana… Dul… Set…” jepret! Satu
foto berhasil Gyuri abadikan di ponselnya.
“Jiyeon-i…”
panggil seorang wanita paruh baya dari pintu. Seketika mata Jiyeon
berkaca-kaca. Ada sebuah kebahagiaan yang tak bisa di ungkapkan di dalam hati
Jiyeon.
“Eomma…” wanita
itu berjalan mendekati Jiyeon dan memeluknya erat. Begitupun dengan Jiyeon. Air
matanya berjatuhan. “Eomma mianhae… aku sudah tidak pernah ke rumah eomma lagi
selama dua bulan terakhir.” Wanita itu melepas pelukannya sesaat dan menghapus
jejak air mata Jiyeon. “Appa mana?” Tanya Jiyeon.
“Appamu ada di
luar. Sebentar lagi dia ke sini.” Jawab Han Jimin ibu angkat Jiyeon.
“Jiyeon. Bersiaplah
sebentar lagi acara akan dimulai.” Ujar seseorang dari luar.
^Lobi^
“Park Hyojoon?”
sapa Woohyun saat melihat Hyojoon sedang berjalan menuju ruang mempelai wanita.
Hyojoon menoleh ke arah sumber suara.
“kau Park
Hyojoon kan? Appanya Jiyeon?” Tanya Woohyun memastikan.
“ne. nu-nugu
seyo?” Tanya Hyojoon bingung. Ia memang belum pernah bertemu dengan Woohyun
sebelumnya. Bahkan saat ia meminta Jiyeon tinggal dikediamannya, Woohyun tidak
datang karena waktu itu ia ada rapat penting.
“Saya appa
kandungnya Jiyeon. Bisa kita berbicara sebentar?” pinta Woohyun ramah.
“Ah ne.
silahkan.”
“Begini. Saya
ingin, anda menjadi wali Jiyeon. Bagaimanapun, anda yang telah membesarkan
Jiyeon selama ia terpisah dengan keluarganya.”
“Tapi kenapa? Bukankah
anda appa kandungnya Jiyeon? Saya sama sekali tidak keberatan jika anda
mengambil Jiyeon dari saya. Karena memang, Jiyeon bukan anak kandung saya. Anda
yang seharusnya menjadi wali Jiyeon. Bukan saya.”
“Tapi anda yang
sudah-”
“Tidak apa-apa. Anda
yang wajib menjadi wali Jiyeon karena anda appa kandungnya.”
Begitulah
obrolan antara Hyojoon dan Woohyun di depan ruang mempelai wanita.
∞∞∞
Mempelai pria
telah memasuki ruangan dengan gagahnya. Wajah Myungsoo terlihat sangat bahagia.
Beberapa saat kemudian, Jiyeon bersama walinya. Woohyun. Memasuki gedung
pernikahan dengan bergandengan tangan. Untuk yang kedua kalinya Jiyeon dan
Myungsoo melangsungkan pernikahan. Tak lama, kini Jiyeon telah berdiri tepat di
hadapan Myungsoo. Kini perasaan Myungsoo sangat berbeda dengan pernikahannya
yang pertama kali. Jantungnya kini mulai berdetak sangat kencang bahkan lebih
kencang dari sebelumnya. Di pernikahan kali ini, Myungsoo tidak merasa
bersalah. Karena pernikahan ini terjadi atas dasar cinta dan buah hati yang
sedang berada dalam kandungan Jiyeon.
“Myung… samcheon
menitipkan Jiyeon padamu. Tolong jaga Jiyeon dan buah hati kalian dengan baik. Jangan
lepaskan Jiyeon lagi jika kau benar-benar mencintainya. Arra?” ujar Woohyun
seraya menyerahkan tangan Jiyeon dalam genggaman Myungsoo.
“Arasseo abeonim.”
Jawab Myungsoo tegas.
“Semoga sukses.”
Woohyun menepuk pundak Myungsoo sebelum ia mengambil tempat di sisi pengantin
wanita.
∞∞∞
Acara pernikahan
berjalan lancar sesuai rencana. Myungsoo dan Jiyeon telah resmi kembali menjadi
pasangan suami istri. Myungsoo sedikit kecewa karena malam pertamanya harus
tertunda sampai JIyeon melahirkan. Tapi Myungsoo juga senang karena bayi yang
dikandung Jiyeon, Jiyeon mau kembali padanya.
Jiyeon baru saja
keluar dari kamar mandi. Ia selesai membersihkan dirinya. Seperti biasa,
Myungsoo menyuruh Jiyeon menggunakan kemeja kebesaran milik Myungsoo dan
hotpants. Namun Jiyeon sendiri sama sekali tidak menolak permintaan Myungsoo
yang bisa dibilang aneh itu. Myungsoo menatap Jiyeon tanpa berkedip. ‘Bahkan
saat dia hamil, dia masih terlihat sama seperti dulu.’ Gumam batin Myungsoo.
“Kenapa kau
menatapku seperti itu? Apakah ada yang aneh?” Tanya Jiyeon sesampai di hadapan
Myungsoo. Ia melihat-lihat bagian belakang tubuhnya dan bagian depan juga. “Tidak
ada yang aneh.” Gumamnya kemudian. “Ahh!!” pekik Jiyeon saat Myungsoo
menariknya untuk duduk di kasur berdampingan dengan Myungsoo. Myungsoo membawa
Jiyeon ke dalam pelukannya. Myungsoo melingkarkan tangan kirinya di pinggang
Jiyeon sementara tangan kanannya mengusap kepala Jiyeon.
“Bogosipeo…” ucap
Myungsoo.
“Nado bogosipeo
oppa.” Jawab Jiyeon pelan. Myungsoo diam. “Oppa, kau tidak akan mengajakku
bercinta, kan?” Jiyeon melepaskan pelukannya dan menatap Myungsoo.
“Kalau iya
kenapa chagi?” jawab Myungsoo sambil menunjukkan senyum evilnya.
“Yakk!! Kau tau?
Aku sedang hamil. Kau mau membunuh anakmu?” Jiyeon memukul lengan Myungsoo
hingga pria itu kini meringis kesakitan.
“Aniya, aniya. Aku
hanya bercanda…” ujar Myungsoo sambil memeluk Jiyeon lagi.
“Oppa, aku
lelah. Aku ingin istirahat.” Lirih Jiyeon. Myungsoo pun melepaskan pelukannya
dan membaringkan Jiyeon. Myungsoo menaikkan selimutnya hingga menutupi tubuh
Jiyeon.
“Jaljayo chagi.”
Ujar Myungsoo sambil mengusap ujung kepala Jiyeon. Jiyeon kemudian menutup
matanya dan tertidur.
Yeeyy!!! Akhirnya selesai juga part 5 nya.
Next part or stop here?
Jangan lupa tinggalkan jejak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar